Sabtu, 02 Juli 2011

Senyum terakhir


Seorang gadis sedang berlari cukup kencang. Suara langkah kakinya menggema di koridor. Sekarang jam menunjukkan pukul 07.05. Telat 5 menit! Padahal jam pertama di kelasnya adalah jam Pak Karim. Guru Bahasa Indonesia yang dikenal sangat galak kepada murid-muridnya. Apalagi jika ada yang terlambat. Berbagai jenis hukuman menari-nari di kepalanya. Dia tidak bisa membayangkan hukuman apa yang akan diterimanya.
            Nafasnya ngos-ngosan begitu sampai di depan pintu kelas. Setelah nafasnya kembali normal dia pun mengetuk pintu kelas. ”Tok... Tok... Tok... “ Lalu dibukanya perlahan pintu dari kayu jati itu. Terlihat pak Karim yang sedang memegang buku berdiri di depan kelas. Dia melihat ke arah muridnya yang datang terlambat itu.
“ Ami!!! “ pak Karim memanggil muridnya yang sedang berdiri di depan pintu. Wajah Ami terlihat ketakutan. Mengapa tidak? Pak Karim sedang memelototinya dengan bercakak pinggang. Selangkah demi selangkah Ami berjalan menuju the killer teacher itu. Dia menunduk. Tidak berani menatap wajah Pak Karim yang menyeramkan.
“ Mengapa kamu terlambat?! ” tanya pak Karim dengan nada membentak. Ami kaget. Dengan cepat otaknya mencari-cari alasan yang tepat.
“ Mmm, macet pak. “ ujarnya
Bola mata pak Karim tambah melotot, seolah-olah hampir keluar dari tempatnya. ” Kamu pikir saya bisa dibohongi? Di kota kecil begini mana mungkin macet!!! ”
Ups, rupanya Ami mengucapkan alasan yang tidak tepat. Ya, kota tempat mereka tinggal adalah kota kecil. Ibu kota kabupaten. Habisnya, gara-gara pak Karim membentak, Ami jadi kaget dan tidak bisa berpikir lama-lama.
” Karena kamu sudah terlambat dan berani membohongi bapak, hukuman kamu yaitu membersihkan kamar mandi dan lari keliling lapangan 10 kali! ”
Ami kaget mendengar hukumannya. Pertama, membersihkan kamar mandi yang terkenal bau, jorok, kotor, gelap dan lembab? Ami saja belum pernah memasuki WC itu semenjak dia kelas 1 SMA. Dan hukuman yang kedua berlari keliling lapangan? 10 kali pula! Kalau lapangan kecil sih tidak apa-apa. Tapi lapangan di sekolah Ami sangat luas. Luasnya 2 kali lapangan bola. Apa nggak teler tuh?
Ami mulai berlari keliling lapangan. Pak karim sungguh sangat sadis. Teganya... Sungguh  teganya... teganya... Sekarang menunjukan pukul 12.00. Matahari tepat di atas kepala. Lagi beberapa meter Ami hampir meyelesaikan putaran pertama. Nafasnya ngos-ngosan. Tiba-tiba dadanya terasa sakit. Ami berhenti berlari. Wajahnya menyeringai kesakitan sambil memegang dadanya. Dari kejauhan Ami melihat pak Karim sedang memelototinya. Tangannya dilipat depan dada. Karena takut akan diberi hukuman tambahan Ami melanjutkan larinya. Tetapi justru dadanya makin sakit. Rasanya sesak. Tiba-tiba...
Bruk!!! Ami  jatuh pingsan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
” Ami, kamu nggak apa-apakan? ” tanya Lila teman sebangku Ami saat Ami sudah membuka matanya. Wajahnya terlihat sangat panik. Ami belum menjawab pertanyaan temannya itu. Dia melihat sekelilingnya. Rupanya dia sekarang berada di ruang UKS. Ruangannya tidak begitu besar, tetapi cukup rapi. Ruangan itu hanya berisi satu tempat tidur, meja kecil dan lemari untuk menaruh obat-obat dan peralatan P3K
” Aku khawatir banget waktu tau kamu pingsan. Pak Karim keterlaluan! Masa siang-siang bolong disuruh lari keliling lapangan. Siapa yang nggak teler coba!!! Emang pantes dia dijuluki the killer teacher! Galak gitu! ” Lila mengomel-ngomel.
Huh, beraninya cuma dibelakang. Kalau di depan orangnya mana berani dia berkata seperti itu, ucap Ami dalam hati. 
 Dari jendela Ami melihat tetes demi tetes air hujan turun. Ami segera bangkit dari tempat tidur. Dia segera keluar tanpa memperdulikan Lila yang dari tadi panik menunggunya. Begitu sampai di halaman dia merentangkan tangannya. Menarik napas lalu menghembuskannya. Lama kelamaan hujan yang turun menjadi deras. Ami berputar-putar sambil merentangkan tangannya. Dia menari-nari di bawah guyuran hujan. Tertawa-tawa. Dari teras Lila melihat kelakuan temannya yang seperti anak kecil itu. Dia hanya bisa menggeleng-geleng.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
            Hatcih!!! Suara bersin Ami. Hidungnya terlihat merah. Ini gara-gara dua hari yang lalu dia main hujan berjam-jam. Padahal Lila sudah memperingatkannya. Tetapi Ami tetap saja bermain hujan.
” Ami! ” panggil Lila.
Ami segera menoleh ke belakang. Di lihatnya cewek berambut panjang itu sedang berlari ke arahnya.
” Kamu nih, ngeyel kalau di kasih tahu. Gimana keadaan kamu? Demamnya udah turun?” tanya Lila dengan panik
Ami mengangguk. ” Aku baik-baik aja kok. ” dalam hati Ami tersenyum. Dia sangat bersyukur mempunyai sahabat sebaik dan seperhatian Lila.
” Sehari kamu nggak sekolah rasanya sepi banget tau! ” ujar Lila.
Ami tersenyum ke GR-an. Belum sempat Ami berbicara Lila sudah berbicara duluan. ” Eit, tapi jangan GR dulu ya. ” lanjut Lila seolah-oleh sudah tahu apa yang akan diucapkan temannya itu. Kalau Ami sudah ke ge-eran bahaya. Ruangan kelas pun tak akan cukup menampung besarnya kepala Ami.
Mulut Ami cemberut. Bibirnya maju lima senti. Lila tertawa, tidak kuat melihat wajah Ami yang super lucu. Melihat Lila tertawa Ami pun ikut tertawa. Jadilah kedua sahabat itu tertawa-tawa di depan pintu kelas dan menjadi tontonan orang-orang yang lewat.
“ Ehem... “ terdengar seseorang sedang berdehem. Lila dan Ami bersamaan menoleh ke sumber suara. Ternyata guru BP. Sewaktu mereka melihat sekeliling ternyata hanya mereka yang masih berada di luar kelas, sementara bel masuk jam pertama telah berbunyi.
“ He... He... He... “ mereka berdua tertawa cengengesan. “ Lari!!! ” perintah Ami, kemudian mereka berlari ke dalam kelas. Begitu sampai di bangkunya dada Ami terasa sakit. Rasanya sesak. Tiba-tiba Ami jatuh tergeletak. Teman-teman sekelasnya segera mengerubunginya. Mereka semua terlihat panik, termasuk Lila.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lila memasuki kamar 123, kamar tempat Ami dirawat sejak seminggu yang lalu. Dilihatnya Ami sedang menghadap ke jendela kaca besar di samping tempat tidur. Kakinya dilipat di depan badannya.
” Hai, Ami! ” panggil Lila. Ami menoleh lalu kembali melanjutkan kesibukan yang dikerjakannya sedari tadi. Merasa diacuhkan Lila segera menuju ke tempat tidur dan duduk disebelah Ami. Dilihatnya diluar jendela anak-anak sedang berlari-larian, bermain-main, bercanda tawa.
“ Aku bosan, La. Aku mau keluar. Aku mau main seperti anak-anak itu. “ ucap Ami sambil menunjuk ke arah luar jendela.
“ Tapi Dokter bilang kamu tuh nggak boleh capek. Jantung kamu tuh lemah, Ami “ ujar Lila beralasan. Dia tidak ingin penyakit temannya itu semakin parah.
 Ami menunduk  “ Aku tahu. Tapi… Aku pengen banget keluar dari ruangan ini. Aku sangat bosan! ”
Sebenarnya Lila kasihan dengan Ami. Selama dirawat dia tidak boleh keluar dari kamarnya. Lila tahu pasti bahwa Ami sangat bosan berada diruangan ini. Tetapi, dia harus bagaimana? Apa yang bisa dia lakukan untuk membuat Ami senang?
Dari jendela terlihat tetes demi tetes hujan turun dengan derasnya. Ami mengangkat wajahnya. Dia tersenyum.
Mungkin ini caranya untuk membuat Ami senang, ucap Lila dalam hati
“ Ami, kamu mau nggak ku antar keluar? “ tawar Lila. Dengan cepatnya Ami mengangguk. Lila segera memindahkan Ami ke kursi roda yang ada di pojok ruangan.
Ami yang duduk di kursi roda merentangkan tangannya ketika mereka sampai di halaman rumah sakit. Wajahnya menengadah ke atas dan kedua matanya di pejamkan.
” Terima kasih ya, Lil. Udah lama aku nggak ngerasain yang seperti ini. ” ucap Ami tiba-tiba. Lila melihat ke arah temannya itu. Lila menangis di bawah guyuran hujan. Pastinya Ami tidak tahu. Yang dia lihat hanyalah air hujan. Bukan air mata.
” Lila! Ayo sini! Kita main-main hujan! Asyik lho! ” panggil Ami. Lila tersenyum. Senang melihat sahabatnya itu dapat tersenyum lagi. Saat Lila sedang berjalan ke arah Ami, tiba-tiba wajah Ami menyeringai kesakitan. Dipegangnya dadanya. Nafasnya tidak teratur. Kadang panjang, kadang pendek. Lila segera memanggil suster. Dengan baju yang basah kuyup Ami digotong ke ruang ICU. Lila menangis. Dia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. Gara-gara dia keadaan Ami semakin parah. Dia menyesal telah memenuhi permintaan Ami. Dia tidak ingin kehilangan Ami. Sahabat terbaiknya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rinai hujan basahi aku
Temani sepi yang mengendap
Kala aku mengingatmu
dan semua saat manis itu

Segalanya seperti mimpi
Ku jalani hidup sendiri
Andai waktu berganti
Aku tetap takkan berubah

Aku selalu bahagia
Saat hujan turun
Karena aku dapat mengenangmu
Untuk ku sendiri oh....

Selalu ada cerita tersimpan di hatiku
Tentang kau dan hujan
Tentang cinta kita
Yang mengalir seperti air.

Aku bisa tersenyum sepanjang hari
Karena hujan pernah menahan mu disini
Untukku

Lila sedang melamun ketika radio silvernya mengumandangkan lagu Hujan dari Utopia. Lila jadi teringat kejadian setengah tahun yang lalu. Saat-saat dia melewati hari-harinya dengan sahabat terbaiknya, Ami. Jika hujan turun Lila selalu teringat Ami. Ami sangat senang apabila hujan turun. Tetapi kini, Ami tidak lagi di sampingnya. 2 bulan yang lalu Ami meninggal setelah koma selama 4 bulan. Lila menangis. Sedih. Kehilangan sahabatnya yang sudah dianggap seperti saudara sendiri. Lila tidak menyangka jika jantung Ami lemah. Ami tidak memberitahunya. Karena terus dibiarkan penyakit Ami semakin parah.  Lila baru mengetahuinya saat Ami masuk rumah sakit karena waktu itu pingsan di kelas., Dokter Budi yang memberitahunya  tentang penyakit Ami.  Lila mengingat kata-kata terakhir Ami saat berbicara dengannya di halaman rumah sakit. ” Lila! Ayo sini! Kita main-main hujan! Asyik lho! ”. Lila membayangkan wajah Ami saat itu. Ceria, tersenyum bahagia. Dan itulah senyum terakhir Ami.
” Ami... Aku selalu bahagia. Saat hujan turun, karena aku dapat mengenangmu untuk ku sendiri ” ucap Lila lirih mengikuti lirik lagu Utopia.

By : Syifaurrahmah Izzati                                                                                          Minggu, 31 Agustus 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagi2 komentnya ya... ^_^