Jumat, 09 September 2011

Pertama Kali Bisa Bawa Motor


Mungkin ada di antara kalian yang bilang, “Ih, gak penting banget… Yang kayak gitu aja diceritain.”
Tapi, mau penting nggak penting, aku akan tetap bercerita. Yah, itung-itung sambil melatih kemampuan menulisku. Kalo menulis itu nggak mesti puisi, cerpen, novel, or  yang biasa di pelajari di pelajaran bahasa Indonesia itu. But, everything can be writed #bener nggak tuh bahasa Inggrisnya : D
Kembali ke judul awal. Aku akan bercerita gimana pas pertama kali aku bawa motor. Percaya atau tidak, aku baru bisa bawa motor pas kelas 3 SMA. Telat banget kan? Sementara temanku udah ada yang bisa bawa motor sejak SMP. Yah, memang sih, sewaktu SMP aku sudah pernah bawa motor. Saat itu aku latihannya bersama bapakku. Aku yang membawa motor, bapakku di belakang. Latihannya pun bisa dihitung dengan jari. Soalnya saat itu di rumahku hanya ada satu motor. Dan itupun motor dinas (plat merah), jadi bapakku sering memakai motor itu.
Jadi kalau lihat teman atau adek kelas yang bawa motor aku ngiler sendiri. Pengeeeen…  Jadinya selama belum bisa bawa motor sendiri, aku dibonceng oleh temanku.
Tidak terasa sudah kelas Tiga SMA. Ujian Nasional sudah semakin dekat. Aku pun ikut bimbingan belajar (bimbel). Bimbel ini tempatnya lumayan jauh dari rumahku. Jadi, kalau misalnya temanku tidak bisa menjemput, aku menyuruh adikku mengantarku. Saat aku kelas Tiga SMA, adikku baru saja masuk SMA. Kelas satu. Dia sudah bisa membawa motor semenjak dia SMP. Jadinya, saat masuk SMA, dia yang dibelikan motor oleh bapakku. Padahal dari dulu aku yang pengen beli motor.
Biasanya bimbelnya dimulai jam 4 dan baru selesai jam setengah enam. Saat mau magribh. Setelah bimbel selesai, anak-anak yang membawa motor segera pulang, dan beberapa masih menunggu jemputan termasuk aku. Ku SMS adikku tidak membalas-balasnya. Ku telepon pun tidak bisa. Akhirnya aku menelepon Ummi ku untuk menyuruh adikku itu menjemputku. Adzan maribh bberkumandang, sementara aku masih juga belum dijemput. Teman-temanku yang lain sudah pada pulang. Pak guru yang menungguiku. Akhirnya, dari jauh ku lihat motor adikku melaju kencang, dan berhenti tepat di depanku. Dari ekspresinya sepertinya dia sedang marah. Karena motor melaju sangat kencang, dan saat di perjalanan dia tidak mengeluarkan sepatah katapun. Sampai di rumah, dia marah-marah. Katanya aku ini ngerepotin. T.T “ Makanya, belajar bawa motor! Bawa dah tu motor saya! “ katanya. Kata-katanya itu nancep banget. Aku juga kesal mendengarnya. Akhirnya, akupun bertekad untuk belajar motor lagi. Mungkin karena tekad yang bulat, dan semangat yang tinggi. Besok subuhnya aku pun memulai latihan. Tapi kali ini tidak bersama bapakku. Tapi sendiri! Ya, sendiri! Aku pamit pada orang tuaku mau latihan motor. Motor yang ku pakai adalah motor bapakku. Saat pertama bawa motor, hal yang susah bagiku adalah saat memulai, dan berhentinya. Awal-awal bawa, rasanya deg-degan banget, tapi setelah motor sudah bisa dikuasai, rasanya senang bangeeet. Bisa bawa motor. Karena saat subuh-subuh jalanan masih sepi, jadi aku keliling-keliling kota. Sebenarnya selama ini aku sudah tau teori-teori tentang bawa motor. Kalo tanjakan pake gigi 2. Terus kalo mau nambah atau ngurangi gigi, gasnya dinetralin dulu. Tetapi untuk prakteknya aku masih takut. Takut kecelakaan. Hal itu juga yang membuatku selama ini tidak pernah bisa bawa motor.
Dulu saat akhir-akhir SMP -> Jangan dulu latihan motor ah. Nanti kalo kecelakaan nggak bisa ujian.
Lulus SMP-> Sebentar lagikan mau tes masuk SMA. Kalau aku kecelakaan gimana?
Udah SMA-> Sebentar lagi mau ujian semester.
Begitu terus, aku selalu mencari-cari alasan. Ketakutanku hanya satu: kecelakan. Tetapi lama-lama aku menanamkan kalau kecelakaan itu memang sudah takdir. Kita lagi nyebrangpun bisa saja kita kecelakaan.
Setelah puas berkeliling akupun pulang, saat sampai di rumah, kedua orangtuaku sedang duduk depan rumahku, ada tamu. Mereka terlihat khawatir. Dipikirnya ada apa-apa denganku di jalan. Sementara aku, pulang dengan senyum yang LEBAR. Rasanya menyenangkan bisa bawa motor. Mungkin karena aku bawa motornya sendiri ya. Soalnya biasanya kalau aku latihan bersama bapakku, aku sering dimarahi bapakku kalau aku salah.
Besok subuhnya pun, aku latihan lagi. Setelah tiga kali latihan, akhirnya, akupun memberanikan diri untuk membawa motor. Saat itu ada acara ngumpul-ngumpul di rumah temanku. Saat aku datang, tau nggak ekspresi dia gimana? Kaget! Terus, teriak-teriak gitu. Nggak percaya kali ya aku bisa bawa motor. Aku yang pertama kali sampai di rumah dia. Teman-teman lain belum pada datang. Saat yang lain datang, mereka bertanya, siapa yang punya motor yang itu (yang aku bawa), setelah mereka tahu, mereka sama kagetnya dengan temanku yang punya rumah itu. Ih, meremahkan mereka ini. Masa seorang Syifa nggak boleh bawa motor?
Terus, habis itu kita jalan-jalan, berkeliling, sampai tiba di sebuah tanjakan yang tinggi. Aku awalnya takut-takut, takut tiba-tiba motornya mundur gitu loh… Hehehe
Terus temanku yang cowok mengajari ku, giginya diturunin. Pake gigi dua. Terus gasnya ditarik kencang. Setelah tanjakan tsb berhasil kulalui, rasanya senang… Hahaha…
Tetapi aku bersyukur, aku sudah bisa bawa motor, meskipun telat. Tetaapi seperti pepatah bilang, LATE IS BETTER THAN NEVER. Right???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagi2 komentnya ya... ^_^