Senin, 16 Mei 2011

Selamat Tinggal, Kawanku


Cerpen ini aku buat waktu aku kelas 1 SMA. Sekitar tahun 2007. Sepertinya ini cerpen pertama yang berhasil aku buat. Dari jaman SD, aku suka nulis2. Meski masih dalam batas menulis diary. Itupun Diary-nya berisi aktivitas yang dilakukan dari bangun tidur sampai tidur lagi. ^^, Jaman SMP juga aku pernah mencoba untuk mencoba menulis cerita, tapi gak pernah selesai2. Alias berhenti di tengah jalan.
Cerpen di bawah ini inspirasinya datang ketika guru SMA ku sedang menjelaskan tentang obat-obatan terlarang dan bahayanya. Waktu itu aku baru masuk SMA. Jadi guru2 memberikan pengarahan kepada kami siswa-siswa baru. Tiba2 saja ide untuk menulis cerpen tentang anak yang pakai narkoba terlintas. Dan, dalam beberapa jam saja, cerita ini pun selesai. ^_^
Tapi tentunya masih banyak kekurangan dalam cerpen ku yang ini. Apalagi penggunaan Heroin, mungkin masih terlalu berat itu. Tapi, yok monggo, cerpen ku ini dibaca...
Jangan lupa kasih komentar ya.... :)
__________________________
SELAMAT TINGGAL, KAWANKU


Rabu pagi yang cerah. Jam pertama telah berjalan 10 menit. Bu Yanti yang mengajar pelajaran bahasa Indonesia menjelaskan mengenai paragraf eksposisi. Nisa tidak begitu memperhatikan pelajaran yang dijelaskan oleh guru yang ramah itu. Dia masih menanti-nanti teman sebangkunya yang sampai saat ini belum juga datang.
“ Tok... tok... tok...” pintu kelas diketuk. Semua mata tertuju ke arah pintu kelas. Termasuk bu Yanti. Seorang gadis berambut sebahu dan berbibir tipis masuk ke dalam kelas. Dia adalah Widia. Teman sebangku Nisa.
” Widya, kemari sebentar. ” bu Yanti memanggil Widia untuk menuju ke meja guru. ” Mengapa kamu terlambat, Widia? ”
” Maaf, bu. Tadi ada sedikit masalah di rumah. “
“ Kali ini alasan mu Ibu terima. “ ujar Bu Yanti setelah menangguk-anggukan kepalanya.
“ Terima kasih, bu. “
“ Oh ya, Widia. Apakah kamu sedang sakit? Wajahmu pucat sekali. “ tanya bu Yanti setelah mengamati wajah Widia yang memang terlihat sangat pucat.
“ Saya baik-baik saja kok, Bu. Cuma kurang tidur. “
“ Kalau begitu kembali ke bangkumu. “
“ Baik, bu. Widia segera menuju ke bangkunya yang berada tepat di samping bangku Nisa. Widia melihat ke arah Nisa dengan matanya yang sayu.

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4
“ Baiklah, anak-anak. Pelajaran kita lanjutkan kembali. ” ucap Bu Yanti. Anak-anak yang sedari tadi berbisik-bisik menghadap ke arah Bu Yanti. Menyimak pelajaran yang dijelaskannya. Termasuk Nisa. Sesekali Nisa melihat ke arah Widia. Ini hari kedua Widia sekolah setelah tiga hari sebelumnya Widia tidak sekolah. Nisa khawatir dengan sikap sahabatnya itu. Ingin sekali rasanya bertanya. Tetapi keinginannya tersebut diurungkannya.
” Teng... teng... teng... ” bel istirahat berbunyi. Teman sekelas Nisa berhamburan keluar, ada yang ke kantin, ada yang ke perpustakaan, dan bahkan ada yang bergosip di bawah pohon mangga yang rindang depan kelas Nisa. Nisa memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan mengeluarkan selembar kertas folio. Kemudian menoleh ke arah Widia.
” Wid, apa benar kamu baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat. “
“Aku baik-baik saja kok. “ Sebuah senyuman terlihat di bibir tipis Widia, “ Ke perpustakaan yuk, Nis. “ ajak Widia
“ Boleh. Tapi kamu pergi duluan ya. Masih ada tugas dari pak Adi yang belum ku selesaikan. ”
” Oke. Jangan lama-lama ya. “ Widia keluar kelas dan segera menuju ke perpustakaan. Nisa merasa akhir-akhir ini Widia menjadi sedikit pemurung, tidak seperti sewaktu SMP dulu. Widia adalah anak yang ceria, siapa saja yang dekat dengannya pasti akan merasa nyaman. Tetapi semenjak kelas 1 SMA ini, sifat dan perilakunya sedikit demi sedikit mulai berubah. Nisa hanya bisa menggeleng-geleng. Kemudian dia mulai mengerjakan tugas dari pak Adi, wali kelasnya.
Bruk!!! Semua isi tas Nisa berserakan di atas meja. Nisa mencari-cari penggaris birunya, tetapi dia tidak menemukannya. Padahal ada tabel yang harus digambarnya.
” Pasti kemarin sore Asri belum mengembalikan penggaris ku. ” dengus Nisa. Kemarin sore Asri, adiknya meminjam penggaris untuk menggambar grafik. Mungkin adik perempuannya itu lupa mengembalikan lagi ke dalam tas birunya. Nisa menoleh ke arah tas Widia.
Widia pasti punya penggaris, pikir Nisa. Saat membuka tas Widia, Nisa melihat bungkusan kecil yang berisi bubuk putih.
” Ini apa ya? ” ujar Nisa sambil mengamati bungkusan yang dipegangnya. Nisa jadi teringat, beberapa hari yang lalu di sekolahnya ada penyuluhan ’Penyalahgunaan Narkoba’. Sewaktu penyuluhan pak Budi yang menjadi pembicara menjelaskan apa yang dimaksud dengan narkoba, jenis-jenisnya, bahaya yang ditimbulkan, dan gejala-gejala pengguna narkoba. Pak Budi juga sempat memperlihatkan gambar dari jenis-jenis narkoba. Ada ganja, pil ekstasi, shabu-shabu, heroin dan masih banyak lagi.
” Jangan–jangan..... ” Nisa memasukkan bungkusan itu ke dalam saku bajuya dan segera keluar menuju ke perpustakaan. Begitu sampai di dalam perpustakaan, Nisa menuju ke tempat dimana Widia sedang duduk.
” Nisa, kok baru datang sih? ” tanya Widia. Dengan wajah penuh amarah Nisa menarik tangan Widia.
” Ayo ikut aku! ” Nisa menarik tangan Widia hingga mereka sampai di halaman belakang sekolah yang sepi.
” Aduh! Kenapa sih kamu menarik-narik tangan ku? Sakit tahu!!! ” kata Widia meringis kesakitan sambil memegang pergelangan tangannya. Nisa merogoh saku bajunya lalu mengeluarkan bungkusan kecil yang dia temukan di tas hijau Widia.
” Ini apa, Wid? ” tanya Nisa sambil menunjukan bungkusan itu, Widia diam mendengar pertanyaan Nisa.
” Aku menemukan bungkusan ini di dalam tas kamu! ”
Ekspresi wajah Widia berubah. Wajahnya terlihat panik. Tiba-tiba Widia merebut bungkusan kecil yang Nisa pegang dan segera memasukan bungkusan itu ke dalam saku bajunya.
” Jadi benar itu milik kamu , Wid? Aku benar-benar tidak percaya!!! ”
” Kamu nggak ngerti, Nis. Aku sangat stres dengan kehidupan ku. Apakah kau tahu? Setiap malam orang tua ku selalu saja bertengkar. Dan sekarang mereka sudah pisah rumah. Sedangkan aku dan adik ku ditelantarkannya. Aku capek, Nis! ”
” Tetapi mengapa kamu tak pernah menceritakan kepada ku? Aku ini sahabat mu, Wid! ”
“ Percuma!!! Apa dengan aku cerita ke kamu, kamu bisa membantu ku? Tidak, kan? Tetapi sewaku aku memakai obat itu, perasaanku sangat senang. Seakan semua masalah ku lenyap! ”
Plak!!! Nisa menampar Widia
” Jadi, kamu lebih percaya heroin itu dari pada aku, sahabatmu? Aku benar-benar tidak menyangka! ” lalu Nisa berlari meninggalkan Widia seorang diri di halaman belakang. Widia tertunduk sambil memegang pipinya yang ditampar oleh Nisa.
Saat di kelas Nisa hanya bisa terdiam. Sesekali Widia menoleh ke arah Nisa yang telah pindah duduk di sebelah Neni.
” Ya Tuhan, apa yang harus ku lakukan? Aku harus marah atau justru harus bersedih? ” batin Nisa.
Hari ini hari Minggu. Nisa sedang melamun di kamarnya.
” Tok... Tok.... Tok... ” pintu kamar Nisa diketuk.
” Nisa, ini mama. Ada telepon untukmu, sayang. ” suara mama Nisa dari balik pintu.
” Iya, ma. ” Nisa membuka pintu kamarnya dan segera menuju ke ruang keluarga. Nisa mengangkat gagang telepon lalu didekatkannya ke telinga.
” Waalaikumsalam ” Nisa menjawab salam. Ekspresi wajah Nisa berubah. Tetes demi tetes air mata mengalir di pipi Nisa.
” Baik Tante, Nisa akan segera ke sana. ” Nisa menaruh gagang telepon dan segera menuju ke kamar untuk berganti baju.
Air mata Nisa mengalir tanpa henti. Nisa memandangi makam yang tanahnya masih basah itu..
” Widia, mengapa kamu meninggal dengan cara seperti ini? ” ujar Nisa sambil terus menangis. Nisa menaburkan bunga di atas makam Widia. Ya. Widia telah meninggal. Tadi pagi Widia ditemukan overdosis di kamarnya.
” Nisa, ayo kita pergi. ” Dari kejauhan Mama Widia mengajak Nisa pulang.
Nisa melihat sekeliling. Begitu sepi. Rupanya pelayat yang lain sudah pulang. Hanya ada Nisa dan Mama Widia. Nisa berdiri. Selangkah demi selangkah Nisa berjalan meninggalkan makam Widia.
Nisa menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah makam Widia.
Selamat tinggal, kawanku!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagi2 komentnya ya... ^_^